Implementasi Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pelayanan Tata Usaha Pada Kecamatan Jatisampurna



1. SITUASI PROBLEMATIK

    Berbicara tentang Digitalisasi Pemerintahan maka tidak lepas dari dasar hukum yakni Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah. Pemerintah Kota Bekasi sendiri memiliki dasar hukum Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 03 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik di Lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. 

    Penerapan SPBE yang merujuk pada Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 03 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Pasal 17 ayat (1) menyebutkan bahwa Layanan SPBE terdiri atas : (a) layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik; dan (b) layanan publik berbasis elektronik. Lalu pada ayat 2 juga dijelaskan bahwa Layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan layanan SPBE yang mendukung tata laksana internal birokrasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan akuntabilitas pemerintah.

    Berdasarkan Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 92 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Pokok Dan Fungsi Serta Tata Kerja Pada Kecamatan Kota Bekasi, Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas membantu Sekretaris Kecamatan dalam melaksanakan pelayanan pendataan rencana program, tata usaha serta rumah tangga dan administrasi kepegawaian lingkup Kecamatan untuk mencapai ketata usahaan yang baik.

    Dalam hal pelaksanaan tugas dan fungsi pada Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi, saat ini masih berbasis manual menggunakan praktik-praktik konvensional dan penggunaan komputer hanya sebatas aplikasi pengolah kata seperti word dan excel. Kelemahan sistem manual ini adalah data yang didapatkan masih kurang akurat, dan seringkali tidak diarsipkan sehingga pada saat pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban seringkali memerlukan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data-data itu kembali.

    Selain itu, banyaknya pekerjaan yang ada pada Sub Bagian Tata Usaha dan dengan sering terjadinya miss communication dan miss documentation dalam pelaksanaan tugas tersebut menyebabkan seringkali penyelesaian permasalahan-permasalahan antar asn maupun unit kerja tidak dapat diselesaikan dengan kepala dingin dan membuat permasalahan semakin meluas. Ketahanan emosional menjadi kunci untuk dapat mencairkan suasana dan mencari solusi dengan lebih cermat dan tepat pada permasalahan tersebut.

    Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi informasi secara lebih optimal menjadi bagian penting yang harus dilakukan oleh Sub Bagian Tata Usaha Kecamatan Jatisampurna untuk meningkatkan kualitas dan efektifitas pelayanan yang ada pada Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Kecamatan Jatisampurna.

    Namun sayangnya, dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya dan sarana prasarana yang tersedia saat ini menyebabkan pemanfaatan teknologi informasi secara optimal belum dapat dilaksanakan. Selain itu, implementasi daripada pemanfaatan teknologi informasi pada pelayanan ketatausahaan juga memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang serta melibatkan berbagai pihak yang mumpuni dibidangnya untuk berkolaborasi dan bersinergi menciptakan inovasi yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat dan internal perangkat daerah secara komperehensif dan berkesinambungan.
 

B. ANALISIS DAN SINTESIS

    Sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), SPBE diperlukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, akuntabel, serta berkualitas dan terpercaya. Maka dari  itu, diperlukan beberapa faktor agar tujuan SPBE dapat terwujud, diantaranya:
  1. Ketersediaan sistem yang terpadu. Berbicara mengenai teknologi dan pelayanan publik, pemerintah tentu saja harus menyediakan perangkat yang memadai dan terpadu, serta terintegrasi, mulai dari tingkat pemerintah daerah sampai dengan tingat pemerintah pusat.
  2. Menempatkan Sumber Daya Manusia yang berintegritas dan sesuai di bidangnya, serta harus dipikirkan kesesuaian jumlah kebutuhan SDM-nya  agar tujuan SPBE dapat tepat sasaran dan tepat guna.
  3. Harus dilakukan secara berkesinambungan. Penggunaan teknologi dalam pemberian pelayanan publik harus dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten. Jangan sampai hanya dijadikan "tren" saja, setelah itu diabaikan.

    Tujuan dari dibentuknya SPBE dalam Perpres Nomor 95 Tahun 2018 ini juga sejalan dengan tujuan dari dibentuknya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 26 Tahun 2020 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Dimana terdapat delapan area perubahan yang mewakili setiap program perubahan. Salah satu yang berkaitan dengan SPBE adalah Penataan Tatalaksana.

    Dalam penataan Tatalaksana, penerapan SPBE diharapkan dapat meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam proses managemen pemerintah. Tidak hanya dalam pemberian pelayanan publik kepada masyarakat, namun juga tata kelola internal didalam pemerintahan. Agar efektif, efisien, dan kinerja pemerintahan meningkat. Contohnya penggunaan Sistem Informasi Aparatur (SIAP) Kota Bekasi dalam hal pengelolaan data kepegawaian. Dengan adanya sistem ini, memberikan kemudahan dalam pendataan pegawai, memproses perencanaan dan formasi kepegawaian, mutasi, sistem pelaporan, dan pengawasan. 

    Menurut Takwin (2005) merujuk Moore dan Parker (1986), Mayer & Goodchild (1990); Feldman & Schwartzberg (1990) berpikir kritis adalah suatu usaha olah pikir yang dilakukan secara sistematis dan mengikuti prinsip-prinsip logika serta mempertimbangkan berbagai sudut pandang untuk memahami dan mengevaluasi informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima, ditolak atau ditangguhkan penilaiannya.

    Menurut Gorgr Polya, Suryani (2009) menyatakan pemecahan masalah (Problem Solving) bahwa untuk menentukan jalan keluar dari sesuatu yang sukar dan penuh rintangan untuk mencapai tujuan harus melalui beberapa tahap: tahap 1 memahami masalah; tahap 2 merencanakan penyelesaian; tahap 3 menyelesaikan masalah; tahap 4 melakukan pengecekan.

    Menurut Curedale (2013) Design Thinking itu terbagi menjadi 3P yaitu People (Apa yang dilakukan orang tersebut), Process (Bagaimana proses memecahkan masalah orang tersebut), Place (Dimana tempat dia bekerja) itu semua harus dikembangkan untuk memunculkan ide pengembangan yang sukses.

    Berdasarkan hasil sintesis terhadap berbagai pernyataan diatas, untuk dapat mengembangkan pelayanannya, seorang pemimpin harus mampu berfikir kritis untuk mendiagnosa permasalahan yang dalam tubuh organisasinya. Lalu mencari solusi pemecahan atas masalah tersebut dan melakukan Design Thinking untuk mengembangkan dan mengimplementasikan ide tersebut agar solusi dari pemecahan masalah tersebut dapat terlaksana.

    Menurut Robin Kesler (2008) menyatakan mengapa orang-orang menentang perubahan: (1) Ketidakpastian, kebiasaan, cemas akan kerugian; (2) Melakukan hal-hal diluar kebiasaan; (3) Ketakutan akan hilangnya sesuatu yang telah dimiliki; (4) Keyakinan seseorang bahwa perubahan itu tidak sejalan dengan tujuan dan kepentingan organisasi; (5) Faktor-faktor ekonomi.

    Menurut Connor & Davidson (2003) Aspek-aspek Resiliensi (1) Tenacity (Kegigihan) yaitu menggambarkan ketenangan hati, ketetapan waktu, ketekunan, dan kemampuan mengontrol diri individu dalam menghadapi situasi yang sulit dan menantang.; (2) Strength (Kekuatan) yaitu menggambarkan kapasitas individu untuk memperoleh kembali dan menjadi lebih kuat setelah mengalami kemunduran dan pengalaman di masa lalu.; (3) Optimism (Kekuatan) merefleksikan kecenderungan individu untuk melihat sisi positif dari setiap permasalahan dan percaya terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial. Aspek ini menekankan pada kepercayaan diri individu dalam melawan situasi yang sulit.

    Menurut Robert K. Greenleaf (1970) Kepemimpinan Agile Scrum Servant Leadership menyatakan (1) Saatnya bukan lagi rakyat bekerja untuk melayani pemimpin, melainkan pemimpin ada untuk melayani rakyat; (2) Seorang Servant Leadership berbagi kekuasaan, mengutamakan kebutuhan Team dan membantu Team berkembang dan berkinerja setinggi mungkin.

    Sedangkan berdasarkan hasil sintesis terhadap tiga pernyataan terakhir diatas, maka untuk dapat mampu mempertahankan pengembangan pelayanan, seorang pemimpin harus mampu memahami apa saja dampak yang akan dirasakan oleh pengguna layanan, menjaga stabilitas emosional, dan berusaha untuk terus memperbaiki pelayanan sesuai yang diharapkan pengguna dan masyarakat untuk mencapai kepuasan masyarakat. 
 

3. REKOMENDASI DAN IDE INOVASI 

    Memperhatikan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan point 1 dan menimbang hasil analisis dan sintesis pada point 2, Kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagai pejabat pengawas pada bagian tersebut harus berfikir kritis dan kreatif dalam menyikapi dan mencari solusi atas segala permaslahan tersebut. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan perlunya implementasi pemanfaatan teknologi informasi dalam pelayanan tata usaha di Kecamatan Jatisampurna dengan merubah proses pelayanan tersebut dari yang awalnya berbasis manual menjadi berbasis elektronik. 

    Adapun ide inovasi yang ingin disampaikan penulis adalah adanya pembuatan suatu website ataupun aplikasi bagi Sub Bagian Tata Usaha untuk memudahkan pelaksanaan dan pendokumentasian seluruh pelayanan yang ada pada Sub Bagian Tata Usaha. Dengan demikian, diharapkan data-data, dokumentasi, dan arsip-arsip tata usaha dapat disimpan dalam database sehingga dapat menyajikan data secara lebih cepat, akurat, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, pemanfaatan teknologi informasi juga dapat mengantisipasi jika terjadinya pembatasan aktivitas karena pandemi Covid-19 maupun saat harus dilakukannya Work Form Home (WFH) karena satu dan lain hal.

    Adapun manfaat dari pemanfaatan teknologi informasi dalam pelayanan tata usaha diantaranya adalah:
  1. Penerapan teknologi informasi dalam pelayanan tata usaha dapat memberikan   kemudahan kepada pengguna layanan.
  2. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik. Dengan informasi yang disajikan secara terbuka melalui teknologi informasi, masyarakat mudah mengetahui SOP, persyaratan, biaya dan jangka waktu yang dibutuhkan. Hal ini dapat mencegah terjadinya maladministrasi berupa penyimpangan prosedur, penundaan berlarut, pungli dan sebagainya.
  3. Pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik dapat terintegrasi.
    Semoga dengan diterapkannya transformasi digital dalam pelayanan tata usaha ini, mampu memberikan nilai manfaat yang optimal, baik pada bidang administrasi pemerintahan, maupun pada bidang pelayanan publik. Sehingga mampu mendorong pelaksanaan pelayanan publik yang lebih cepat dan efisien.

(asy)

0 Komentar